OPINI TENTANG TEORI BUDAYA POLITIK DI INDONESIA
Istilah budaya politik
mulai dikenal terutama sejak aliran perilaku (behavioralism). Namun
istilah ini mengandung kontroversial karena tidak jelas konsepnya. Para
pengkritiknya menyebutkan, penggabungan dua konsep budaya dan politik
saja sudah mengandung kebingungan apalagi jika dijadikan konsep
menjelaskan fenomena politik.
Namun demikian dalam literatur politik
khususnya pendekatan perilaku, istilah ini kerapkali digunakan untuk
menjelaskan fakta yang hanya dilakukan dengan pendekatan kelembagaan
atau pendekatan sistemik. Dengan kata lain menjelaskan dengan pendekatan
budaya politik adalah upaya menembus secara lebih dalam perilaku
politik seseorang atau sebuah kelompok.
Politik adalah bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan dari suatu sistem dan melaksanakan
tujuan-tujuan tersebut. Kehidupan suatu negara tidak terlepas dari
kegiatan politik. Kegiatan politik yang identik dengan kekuasaan dalam
kehidupan bernegara dilaksanakan untuk mencapai tujuan bersama.
Perkembangan
politik dalam suatu negara sangat dipengaruhi oleh perkembangan budaya
yang ada dalam masyarakat negara tersebut. Pendidikan dan pemahaman
politik masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan budaya politik di
Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda pada masa Orde Lama, Orde
Baru, dan Reformasi. Perkembangan budaya politik di wujudkan dengan
terciptanya partai-partai politik. Partai politik selalu berusaha untuk
merebut simpati rakyat dalam kegiatan pemilu yang bertujuan untuk
menempatkan orang-orang partainya dalam pemerintahan yang tidak
bertentangan dengan ideologi negara dan UUD 1945. Untuk itu, agar
masyarakat memiliki pandangan politik yang sesuai, sosialisasi politik
dilakukan sesuai dengan kondisi dan perkembangan lingkungan yang ada.
Semakin
stabil pemerintahan, semakin mudah untuk melakukan sosialisasi politik.
Pada prinsipnya, tidak ada perubahan yang sempurna, tetapi kita harus
berusaha agar perkembangan budaya politik berkembang sesuai dengan yang
diharapkan, untuk mencapai kepentingan bersama, sehingga masyarakat yang
memegang peranan penting dalam perkembangan budaya politik suatu negara
mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Partisipasi politik
adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih memilih pempinan
negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan
pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat umum, menjadi anggota
suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau
hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen
dan sebagainya. Partisipasi politik masyarakat angatmembantu
berkembangnya budaya politik dalam suatu negara.
A. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK
Untuk
memahami tentang budaya politik, terlebih dahulu harus dipahami tentang
pengertian budaya dan politik. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu budhayah, bentuk jamak dari budhi yang artinya akal, Kebudayaan
diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan akal atau budi.
Kebudayaan adalah segala yang dihasilkan oleh manusia berdasarkan
kemampuan akalnya. Ciri-ciri umum dari kebudayaan adalah dipelajari,
diwariskan dan diteruskan, hidup dalam masyarakat, dikembangkan dan
berubah, dan terintegrasi.
Beberapa pengertian tentang politik menurut beberapa ahli :
1.
Miriam Budiardjo, politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari suatu sistem dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut.
2.
Dr. Wirjono Projodikoro, S.H., sifat terpenting dari bidang politik
adalah penggunaan kekuasaan (macht) oleh suatu golongan anggota
masyarakat terhadap golongan lain. Pokoknya selalu ada
kekuatan/kekuasaan.
3. Joyce Mitchell, politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuat kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya.
Budaya
politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang berkembang
dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana jaman saat itu dan
tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri. Artinya, budaya politik
yang berkembang dalam suatu negara dilatarbelakangi oleh situasi,
kondisi dan pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama pelaku
politik yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan,
sehingga budaya politik yang berkembang dalam masyarakat suatu negara
akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Budaya politik
(kebudayaan politik) menurut Almond dan Verba merupakan dimensi
psikologis dari sistem politik, maksudnya adalah budaya politik bukan
lagi sebagai sebuah sistem normatif yang ada di luar masyarakat,
melainkan kultur politik yang berkembang dan dipraktekkan oleh suatu
masyarakat tertentu. Dalam setiap masyarakat terdapat budaya politik
yang menggambarkan pandangan masyarakat tersebut mengenai proses politik
yang berlangsung di lingkungannya. Tingkat kesadaran dan partisipasi
mereka biasanya menjadi hal penting untuk mengukur kemajuan budaya
politik yang berkembang.
Perbedaan budaya politik dalam masyarakat secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga budaya politik, yaitu :
(1) Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, pasif)
(2) Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi)
(3) Budaya politik partisipatif (aktif)
Perbedaan budaya politik yang berkembang dalam masyarakat, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
(1) Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat
(2)
Tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi/sejahtera
masyarakat maka partisipasi masyarakat pun semakin besar
(3) Reformasi politik/political will (semangat merevisi dan mengadopsi sistem politik yang lebih baik)
(4) Supremasi hukum (adanya penegakan hukum yang adil, independen, dan bebas)
(5) Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai kontrol sosial, bebas, dan mandiri)
Selanjutnya,
Almond dan Verba mengemukakan, bahwa budaya politik suatu masyarakat
dihayati melalui kesadaran masyarkat akan pengetahuan, perasaan, dan
evaluasi masyarakat tersebut yang berorientasi pada :
(1) Orientasi
kognitif, yang merupakan pengetahuan masyarakat tentang sistem politik,
peran, dan segala kewajibannya. Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan
mengenai kebijakan-kebijakan yang di buat oleh pemerintah
(2)
Orientasi afektif, merupakan perasaan masyarakat terhadap sistem politik
dan perannya, serta para pelaksana dan penampilannya. Perasaan
masyarakat tersebut bisa saja merupakan perasaan untuk menolak atau
menerima sistem politik atau kebijakan yang dibuat.
(3) Orientasi
evaluatif, merupakan keputusan dan pendapat masyarakat tentang
objek-objek politik yan gsecara tipikal melibatkan nilai moral yang ada
dalam masyarakat dengan kriteria informasi dan perasaan yang mereka
miliki.
B. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI DALAM MASAYARAKAT INDONESIA
Menurut
Aristoteles (384 – 322 M) manusia adalah zoon politicon atau manusia
yang pada dasarnya selalu bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia
lainnya. Manusia saling ketergantungan satu sama lain untuk mememnuhi
kebutuhannya. Pada dasarnya anggota masyarakat saling terkait sebagai
satu kesatuan sosial melalui perasaan solidaritas yang dikarenakan latar
belakang sejarah, politik dan kebudayaan.
Masyarakat politik adalah
masyarakat yang sadar politik atau masyarakat yang keikutsetaan hidup
bernegara menjadi penting dalam kehidupannya sebagai warga negara.
Masyarakat politik yang terdiri dari elite politik dan massa politik
menjadi peserta rutin dalam kompetisi politik harus dibangun sebagai
komponen masyarakat yang mempunyai etika politik dalam demokrasi.
Ciri-ciri masyarakat politik antara lain sebagai berikut :
1. Dengan sadar dan sukarela menggunakan hak pilihnya dalam pemilu terutama hak pilih aktif
2. Bersifat kritis terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan sikap :
a. menerima sebagaimana adanya
b. menolak dengan alas an tertentu atau
c. ada yang suka diam tanpa memberikan reaksi apa-apa
3. Memiliki komitmen kuat terhadap partai politik yang menjadi pilihannya
4. Dalam penyelesaian suatu masalah lebih suka dengan cara dialog atau musyawarah.
Budaya
politik yang berkembang di setiap negara sangat beragam, hal ini di
pengaruhi oleh karakter budaya politiknya masing-masing. Untuk
mengetahui karakter budaya politik suatu bangsa dapat diukur melaui
beberapa dimensi yang berkembang dalam masyarakat, yaitu :
(1)
Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki oleh masyarakat mengenai sistem
politik negaranya, seperti pengetahuan tentang sejarah, letak geografis,
dan konstitusi negaranya
(2) Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah dalam membuat suatu kebijakan
(3) Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi masukan opini dari masyarakat dan media massa kepada pemerintah
(4)
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan bernegara, serta
pemahmanya akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warga
negara.
Perbedaan dimensi tersebut menurut Almond dan Verba
melahirkan beberapa tipe budaya politik yang berkembang dalam negara,
yaitu :
(1) Budaya Politik Parokial (parochial political culture),
dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap
empat dimensi tersebut diatas sangat rendah. Tidak ada peran-peran
politik masyarakat yang bersifat khusus, sehingga peranan politik, baik
yang bersifat politis, ekonomis, maupun religius sepenuhnya diserahkan
kepada pengambil kebijakan/pemimpin yang biasanya dipegang oleh seorang
kepada suku/adat, tokoh agama, ataupun tokoh masyarakat yang peranannya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
(2) Budaya Politik Subjek
(subject political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi
orientasi masyarakat terhadap dimensi pengetahuan dan pemahaman cukup
tinggi, tetapi masih bersifat pasif, artinya masyarakat sudah memiliki
pengetahuan, pemahaman, namun mereka belum memiliki orientasi dimensi
pemahaman mengenai penguatan kebijakan dan partisipasi dalam kegiatan
politik, mereka tidak memiliki keinginan dan kemauan untuk mencoba
menilai, menelaah, atau mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah, mereka menerima apa adanya, sehingga sikap masyarakat
terhadap suatu kebijakan pemerintah terbagi menjadi dua kelompok, ada
yang menerima atau menolak.
(3) Budaya Politik Partisipan (participan
political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi
masyarakat terhadap empat dimensi tersebut diatas lebih baik, masyarakat
mulai bersifat aktif dalam peran-peran politik, meskipun perasaan dan
evaluasi masyarakat terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima
atau menolak.
Budaya politik yang berkembang di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen. Kondisi
masyarakat yang hetorogen selain dapat memberkaya berkembangnya budaya
politik yang beragam, juga dapat menjadi suatu ancaman terhadap keutuhan
bangsa. Untuk menghindari terjadi disintegrasi bangsa, perlu kiranya
menanamkan nilai-nilai dasar yang dapat mengikatkan rasa persatuan dan
kesatuan bangsa, seperti toleransi, kekeluargaan, musyawarah mufakat,
gotong royong, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia. Yang
terpenting dalam hal ini adalah bukan membicarkan perbedaan yang ada
tetapi bagaimana menyatukan pendangan yang lebih menekankan pada
kepentingan nasional.
Clifford Geerts, seorang antropolog
berkebangsaan Amerika mengemukakan tentang tipe budaya politik yang
berkembang di Indonesia yaitu :
(1) Budaya Politik Abangan, yaitu
budaya politik masyarakat yang lebih menekankan pada aspek-aspek
animisme atau kepercayaan terhadap roh halus yang dapat mempengaruhi
hidup manusia. Ciri khas dari budaya politik abangan ini adalah tradisi
selamatan, yang berkembang pada kelompok masyarakat petani pada era
tahun 60-an, diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang mengganggu
manusia. Kelompok masyarakat abangan sering kali berafiliasi dengan
partai semacam PKI dan PNI.
(2) Budaya Politik Santri, yaitu budaya
politik masyarakat yang menekankan pada aspek-aspek keagamaan, khususnya
agama Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Indonesia. Kelompok
masyarakat santri biasanya diidentikan dengan kelompok masyarakat yang
sudah menjalankan ibadah atau ritual agama Islam. Pendidikan mereka
ditempuh melalui pendidikan pesantren , madrasah, atau mesjid. Kelompok
masyarakat santri biasanya memiliki jenis pekerjaan sebagai pedagang.
Kelompok masyarakat santri pada masa lalu sering kali berafiliasi dengan
partai NU atau Masyumi, namun pada masa sekarang mereka berafiliasi
pada partai, seperti PKS, PKB, PPP, atau partai-partai lainnya yang
menjadikan Islam sebagai dasarnya.
(3) Budaya Politik Priyayi, yaitu
budaya politik masyarakat yang menekankan pada keluhuran tradisi.
Kelompok priyayi sering kali dikontraskan dengan kelompok petani, dimana
kelompok priyayi dianggap sebagai kelompok atas yang menempati
pekerjaan sebagai birokrat (pegawai pemerintah). Pada masa lalu kelompok
masyarakat priyayi berafiliasi dengan partai PNI, sekarang mereka
berafiliasi dengan partai Golkar
Dalam perkembangannya tipe-tipe
budaya politik dalam masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh
perkemabngan sistem politik yang berlaku. Oleh karena itu tipe-tipe
dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu :
I. Masa Orde Lama
Pemilu
nasional pertama dilaksanakan pada masa Orde Lama, dilaksanakan secara
bertingkat, tanggal 29 September 1955 Pemilu untuk memilih anggota DPR
dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante (Dewan
Pembentuk Undang-Undang Dasar). Jumlah kursi yang diperebutkan adalah
anggota DPR adalah 260 orang untuk anggota DPR dan 520 orang Badan
Konstituante ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat
pemerintah. Pemilu 1955 berdasarkan pada UU No. 27 Tahun 1948 jo. UU No.
12 Tahun 1949 tentang Pemilu yang diikuti oleh lebih dari 170 partai
politik, termasuk perseorangan calon independent yang terbagi dalam 15
distrik pemilih, disesuaikan dengan wilayah provinsi yang ada pada saat
itu. Yang memiliki hak suara adalah WNI, keturuanan Arab, Cina dan
Erapa, serta anggota tentara dan polisi.
Pada masa ini budaya politik
yang berkembang berada dibawah pengaruh dominasi agama Islam yang
merupakan agama mayoritas dari masyarakat Indonesia. Namun demikiran,
menurut Deliar Noer, umat Islam di Indonesia secara politis sering
terlibat kontroversi teoritis dan ideologis, baik dengan pihak
nasionalis sekuler maupun antarsesama umat Islam sendiri. Perpecahan
komunitas muslim ini melahirkan kebangkitan berbagai partai politik.
Dengan pola multi partai, partai politik yang ada saat itu terbagi
menjadi dua, yaitu yang menganut asas politik agama, seperti Partai
keagamaaseperti Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama
(NU) Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarbiyah Islamiyah
(Perti), Partai PersatuanTarekat Islam Indonesia, dan Angkatan Kesatuan
Umat Islam, partai nasionalis dan yang menganut asas politik sekuler
seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan partai komunis adalah Partai
Komunis Indonesia (PKI). Banyaknya partai tidak menguntungkan
berkembangnya pemerintahan yang stabil. Namun kenyataannya partai partai
politik tersebut tidak menyelenggarakan fungsi sebagaimana yang
diharapkan. Kondisi seperti ini sangat rentan, sehingga menimbulkan
banyaknya penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
II. Masa Orde Baru
Pemilu
pertama padaMasa Orde Baru dilaksanakan pada tahun 1971 yang didasarkan
pada UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu. Pemilu pada tahun 1971 lahir
sebagai koreksi total terhadap pemerintahan Orde Lama yang dianggap
telah melakukan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Pemilu
berikutnya dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 1977 berdasarkan UU Pemilu
No. 4 Tahun 1975 dengan sistem proporsional di daerah pemilihan. Pada
masa Orde Baru, partai politik diberi kesempatan untuk bergerak lebih
leluasa, walaupun masih dengan pola multi partai. Pelaksanaan Pemilu
pada tahun 1977 terjadi penyederhanaan partai politik peserta pemilu
berdasarkan UU No 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar yaitu
sebagai berikut :
a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang
merupakan gabungan dari NU, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat
Islam, dan Perti.
b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan
gabungan dari Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia,
Partai Katolik, Partai Murba
c. Golongan Karya (Golkar) yang merupakan kumpulan dari berbagai golongan masyarakat Indonesia dari berbagai profesi.
Kedua
partai politik dan satu golongan ini tetap bertahan sejak pelaksanaan
Pemilu tahun 1982 berdasarkan UU Pemilu No. 2 Tahun 1980, 1987
berdasarkan UU Pemilu No. 1 Tahun 1985 dan terus dipakai sampai
pelaksanaan Pemilu tahun 1992.
Perolehan suara mulai tahun 1977
selalu didominasi oleh Golkar. Dalam perkembangannya, ternyata Orde Baru
pun masih melakukan penyimpanganpenyimpangan yang hampir sama dengan
pemerintahan Orde Lama, bahkan dalam kaitannya dengan masalah rasial
terjadi kesalahan yang lebih besar. Hal ini terjadi karena budaya
politik yang berkembang pada masa Orde Baru lebih bersifat pada nilai
sentralistik dan budaya politik yang tertutup. Pemerintahan Orde Baru
dianggap telah gagal dalam melakukan koreksi terhadap apa yang telah
terjadi pada pemerintahan yang lalu.
III. Masa Reformasi
Pemilu
1999 merupakan pemilu pertama setelah Presiden Suharto lengser yang
merupakan babak baru yang dikenal dengan reformasi. Pemilu tahun 1999
dilaksanakan berdasarkan UU Pemilu No. 3 tahun 1999 yang dilaksanakan
pada tanggal 7 Juni 1999 di bawah pemerintahan B.J. Habiebie yang diikui
oleh 48 partai politik. Awal terjadinya reformasi di Indonesia dipicu
dengan adanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Reformasi
lahir di Indonesia sebagai upaya untuk melakukan perubahan terhadap
kekeliruan-kekeliruan politik yang terjadi dalam perkembangan politik di
Indonesia dan berupaya merubah tatanan kehidupan budaya politik yang
kondusif, transparan dan inklusif. Dengan tetap mempertahankan pola
multi partai, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan partai politik
pada masa Orde Baru, pada pelaksanaan Pemilu pada tahun 1997 diikuti
oleh 48 partai politik
Dalam pelaksanannya reformasi malah melahirkan
euphoria politik yang kebablasan sehingga melahirkan perubahan perilaku
politik yang anarkis, peranan legislatif yang lebih dominan dan
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, semua pihak
dituntut untuk lebih menyadari akan pentingnya nilai-nilai kesatuan,
karena dengan adanya berbagai kepentingan yang berbeda sangat
memungkinkan lahirnya berbagai konflik dalam kehidupan masyarakat.
Perilaku politik yang dijalankan harus sesuai dengan tata aturan yang
berlaku, termasuk pendayagunaan lembaga-lembaga negara yang ada sesuai
dengan fungsi dan perannya masing-masing, sehingga diharapkan dapat
melahirkan budaya politik yang diharapkan.
C. SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK
Sosialisasi
politik dilakukan sesuai dengan kondisi perkembangan lingkungan yang
ada. Semakin stabil pemerintahan, semakin mudah untuk melakukan
sosialisasi politik. Pada prinsipnya, tidak ada perubahan yang sempurna,
tetapi kita harus berusaha agar perkembangan budaya politik berkembang
sesuai dengan yang diharapkan, untuk mencapai kepentingan bersama. Ada
dua hal yang harus diperhatikan dengan baik dalam melakukan sosialisasi
politik :
a. Semakin homogen suatu masyarakat dan semakin lama ia
bertahan menurut waktu, semakin memungkinkan proses sosialisasinya
menjadi didefiniskan secara jelas dan relatif dipersatukan, dan
tampaknya berlangsung dampak yang sama dalam masyarakat-masyarakat yang
berusaha terang-terangan untuk mengontrol proses sosialisasinya.
b.
Semakin heterogen suatu masyarakat dan terjadi perubahan radikal
berkali-kali, proses sosialisasinya menjadi terpenggal-penggal dan dapat
diterapkan pada bermacam-macam kelompok dalam masyarakat, tidak kepada
masyarakat secara keseluruhan. Pada satu masa menurut waktunya, adalah
mungkin untuk menetapkan satu kebudayaan politik tertentu bagi suatu
masyarakat, yang dapat didefinisikan sebagai nilai yang relevan secara
poltik dan sebagai sikap-sikap dari masyarakatnya. Hubungan antara
kebudayan politik dan sosialisasi politik menjadi penting karena dengan
bantuan proses yang terakhir ini, nilai-nilai dan sikap-sikap yang
relevan secara politis tadi disampaikan dari satu generasi ke generasi
lainnya.
Negara Indonesia yang menganut demokrasi Pancasila, fungsi
kontrol atau pengawasan terhadap kinerja pemerintah oleh rakyat melalui
lembagai legislatif mempunyai kewajiban untuk menjamin terlaksananya
perlindungan dan jaminan hak asasi manusia. Sistem politik yang
diharapkan merupakan penjabaran dari nilai-nilai luhur Pancasila secara
keseluruhan dalam praktek ketatanegaraan, mulai dari penyelenggaran
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatannya dalam rakngka mewujudkan
masyarakat adil dan makmur. Untuk itu, masyarakat hendaknya memberikan
respon positif terhadap perkembangan-perkembangan budaya politik di
Indonesia melalui cara-cara sebagai berikut :
a. Mengerti dan mampu malaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara
b. Berpartisipasi aktif dalam pelaknaan pemilu
c. Malaksanakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan berbagai masalah
d. Menghargai dan menghormati perbedaan pendapat
e. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia
f. Menjunjung tinggi hukum yang berlaku
g. Mewariskan nilai-nilai luhur Pancasila kepada generasi penerus bangsa
Perkembangan
budaya politik yang ada di wujudkan dengan terciptanya partaipartai
politik. Miriam Budiardjo dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik
menjelaskan, bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai
dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara
konstitusional, untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi :
1.
Sebagai sarana komunikasi politik, yaitu menyalurkan pendapat dan
aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.
2. Sebagai
sarana sosialisasi politik, diartikan sebagai proses bagaimana seseorang
memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya
berlaku dalam masyarakat tempat tinggalnya.
3. Sebagai sarana
rekuitmen politik, yaitu untuk mencari dan mengajak orang-orang yang
berbakat untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan politik sebagai
anggota politik (political recruitment) dan untuk melakukan pengkaderan
terhadap generasi muda melalui pendidikan politik.
4. Sebagai sarana
pengatur konflik (conflict management) artinya apabila terjadi perbedaan
pendapat dalam masyarakat maka partai politik berusaha untuk mengatasi
konflik tersebut.
D. PERAN SERTA BUDAYA POLITIK PARTISIPAN
Manusia
sebagai insan politik memegang peranan yang sangat penting dalam
pelaksanaan aktivitas-aktivitas politik dalam kehidupan bernegara, baik
sebagai aktor utama maupun sebagai obyek tujuan politik. Setiap insan
politik harus dapat menunjukkan partisipasinya dalam kegiatan yang
berhubungan dengan warga negara secara pribadi (private citizen) yang
bertujuan untuk ikut mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Partisipasi
politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih memilih
pempinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan
seperti memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat umum, menjadi
anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan
atau hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen dan sebagainya. Kegiatan manusia sebagai insan politik
terbentuk dalam partasipasi politik sebagai berikut :
1. Terbentuknya
organisasi-organisasi politik maupun organisasi masyarakat sebagai
bagian dari kegiatan sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat
yang ikut menentukan kebijakan negara.
2. Lahirnya berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi input terhadap kebijakan pemerintah.
3.
Pelaksanaan Pemilu sebagai bentuk partisipasi nyata masyarakat sebagai
warga negara yang memiliki hak untuk memilih dan hak dipilih dan ikut
serta dalam kegiatan kampanye.
4. Lahirnya kelompok-kelompok
kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan output kepada
pemerintah, misalnya melalui kegiatan demonstrasi, unjuk rasa, petisi,
protes, dan sebagainya yang sesuai dengan prosedur dan peraturan yang
berlaku.
Kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi
politik mempunyai bermacam-macam bentuk dan intensitas. David F. Roth
dan Frank L. Wilson dalam buku The Comparative Studi of Politics
menggambarkan bentuk-bentuk partisipasi politik masyarakat dalam bentuk
piramida sebagai berikut :
Samuel Huntington dan Joan Nelson mengemukan tentang bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik, yaitu :
(1)
Kegiatan pemilihan. Kegiatan pemilihan termasuk sumbangan-sumbangan
untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, dan mencari dukungan bagi
seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil
proses pemilihan
(2) Lobbying. Merupakan usaha-usaha perorangan atau
kelompok untuk menghubungi penguasa-penguasa pemerintahan dan
pemimpin-pemimpin politik dengan tujuan mempengarui hasil keputusan
mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sebagian besar orang
(3)
Kegiatan organisasi. Meliputi kegiatan organisasi dalam bentuk
partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang
memiliki tujuan utama untuk mempengaruhi pemerintah
(4) Mencari
koneksi (contacting) Merupakan tindakan perorangan yang ditujukan kepada
penguasa-penguasa pemerintah yang biasanya bertujuan untuk memperoleh
manfaat hanya untuk orang-orang tertentu saja.
(5) Tindakan kekerasan
(violence) Merupakan suatu bentuk partisipasi politik yang diambil
sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan
jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap manusia atau pun harta benda.
Partisipasi
yang dikembangkan di negara Indonesia yang menganut demokrasi Pancasila
adalah partisipasi yang mendukung terciptanya tujuan pembangunan
nasional. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus dihindarkan dan
dilaksanakan dalam partisipasi politik yang sesuai dengan norma-norma
dan budaya bangsa Indonesia, yaitu :
1. Perilaku yang harus dihindarkan, seperti :
a. Bersikap angkuh
b. Egois
c. Ekstrim
d. Meremehkan orang lain
e. Individualis
f. Tidak menerima kritikan orang lain
2. Perilaku yang harus dilaksanakan, seperti :
a. Saling menghormati
b. Menghargai orang lain
c. Toleransi
d. Berperilaku demokratis
e. Mengembangkan sikap kekeluargaan
f. Musyawarah untuk mufakat
_______________________________________________________________________________
Sumber : http://taliziduhu-updm.blogspot.com/teori-budaya-politik-budaya-politik-di.htm